Jika frasa “padat karya” pada industri manufaktur ditujukan kepada sebuah lembaga bisnis yang mempekerjakan banyak manusia (aspek kuantitas), maka di skala tertentu, koperasi syariah bisa dikatakan sebagai lembaga keuangan “padat karya” tetapi dengan perbedaan kebutuhan yang sangat mendasar, yaitu pada aspek kualitas manusianya dan bukan kuantitasnya.
Sejatinya, bisnis yang dijalankan oleh koperasi syariah haruslah dapat digawangi oleh sumber daya manusia yang tidak hanya berkualitas, tetapi juga sangat mumpuni. Bagaimana tidak, dengan niche market yang cukup unik, Pengelola dituntut penuh untuk dapat memahami karakteristik, baik dari aspek anggotanya, maupun dari industri mikro secara umum. Ditambah lagi dengan data bahwa masih cukup banyaknya koperasi syariah yang merasa “belum mampu” untuk membayar gaji Pengelola dengan standar minimal (UMP/UMR). Hal ini berdampak pada cukup rendahnya kualitas SDM yang terserap di koperasi syariah.
Tidak dapat dipungkiri bahwasanya terdapat keterikatan yang sangat kuat antara kualitas SDM dengan kinerja koperasi syariah. Belum optimalnya infrastruktur (sistem dan teknologi) di dalam organisasi koperasi syariah, sebenarnya tidak serta merta membuat lembaga ini langsung runtuh begitu saja. Tetapi, apabila SDM yang bergelut di dalamnya memiliki isu yang cukup krusial, walau hanya 1 (satu) orang pun, berpotensi memiliki dampak sistemik untuk keseluruhan organisasi. Ya, sebegitu penting dan urgennya isu SDM di koperasi syariah, dan ini terafirmasi oleh beberapa data primer dari berbagai sumber yang Penulis temui sepanjang perjalanan di dunia keuangan mikro syariah.
Jadi, sebenarnya tidak berlebihan ketika kinerja koperasi syariah sebagian besarnya ditentukan oleh bagaimana kualitas dari sumber daya manusia yang terlibat di dalamnya. Hal ini diperkuat dengan karakteristik khas dari lembaga koperasi yang sarat dengan banyaknya jumlah anggota. Ketika ditelisik lebih dalam lagi, maka selain aspek pembiayaan, pengelolaan keanggotaan juga menjadi pekerjaan penting bagi Pengelola koperasi. Dengan demikian, artinya pekerjaan “rumah tangga” dari koperasi syariah tidaklah sederhana sehingga membutuhkan kekuatan maksimal dari pejuang garis depan lembaga keuangan mikro syariah yang paling berpotensi saat ini.